Awas Rabies Masih Mengancam!

Rabies atau penyakit anjing gila adalah penyakit infeksi akut pada susunan saraf pusat. Penyebabnya virus rabies. Ini ditularkan melalui gigitan hewan penular rabies. Terutama anjing, kucing dan kera. Bahkan sesuai informasi terakhir, rabies diduga bisa pula menyebar lewat tikus.
Fenomena terakhir ini terindikasi lewat sebuah kasus yang terjadi di Bali. Dalam Jawapos 15 Januari 2010, diberitakan bahwa seorang warga Tabanan meninggal dengan status suspect rabies. Sekretaris Rabies Center (RC) RSUD Tabanan dr Gede Sudiartha membenarkan bahwa warga Tabanan bernama Koming meninggal dengan status suspect rabies. Menurutnya korban menunjukan gejala yang mirip dengan pasien yang terjangkit penyakit rabies. Misalnya takut air atau kena angin. Padahal dari pengakuan keluarganya, korban tak pernah digigit anjing sebelumnya. Sebelum meninggal, korban mengakui sempat digigit tikus, dua bulan sebelum ia dirawat. Menyusul beberapa kasus rabies lainnya, Bali akhirnya keluar dari salah satu provinsi yang dinyatakan bebas rabies pada tahun-tahun sebelumnya. Penyakit rabies sendiri ada dan menyebar di 23 dari 33 propinsi di Indonesia. Hanya 11 propinsi yang bebas. Masing-masing yaitu Bangka Belitung alias Babel, Kepulauan Riau, Banten, DKI Jakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur, DIY, Kalimantan Barat, NTB, Irjabar & Papua. Pada tahun 2005 terjadi Kejadian Luar Biasa Rabies di propinsi Maluku Utara & Kalimantan Barat. Dan berdasarkan kesepakatan dari Regional Zoonotic Meeting yang diselenggarakan oleh SEARO di Jakarta (6-8 November 2007), Rabies adalah penyakit prioritas ke-2 setelah Avian Influenza alias AI. Rabies memang menjadi sebuah penyakit yang mengancam. Pasalnya daerah penyebaran rabies cukup luas. Kemudian cukup banyaknya jumlah kasus gigitan dan sifat rabies yang jarang secara langsung menimbulkan kematian. Untuk Pulau Sulawesi sendiri sampai tahun 2008 seluruh provinsinya termasuk daerah tertular rabies. Dalam kurun tahun 2006 - 2008 dari 23 Kab/Kota, hanya 3 Kab/Kota yang tidak melaporkan rabies manusia dan rabies hewan penular rabies yaitu Kab. Selayar, Takalar dan Soppeng. (Data di Seksi Kesmavet Dinas Pertanian dan Peternakan Kota Palopo per 2009). Di Sulsel penyakit rabies pertama kali dilaporkan pada tahun 1958 setelah dignosa secara laboratorium dinyatakan positif. Kasus rabies bisa dibedakan pada sumber pengidapnya yakni pada hewan atau manusia. Data resmi yang diperoleh dari Dinas Peternanian dan Peternakan Kota Palopo Seksi Kesehatan Hewan menunjukan kejadian rabies pada hewan selama 5 tahun terakhir di hampir semua daerah di Sulawesi membuktikan jika rabies tetap saja eksis. Di beberapa kabupaten menunjukan meningkatnya laporan jumlah kasus rabies pada hewan. Meski di beberapa daerah lainnya laporan kasus ini menurun. Meski demikian rabies tetap saja terdeteksi dari tahun ke tahun. Target nol kasus yang telah dicanangkan dari tahun 1998/1999 belum tercapai. Demikian halnya dengan harapan dengan target nol kasus pada tahun 2008. Tabel Kasus Rabies pada Hewan 2005-2009 No Daerah Rabies Pada Hewan 2005 2006 2007 2008 2009 1 Bantaeng - - 4 1 - 2 Barru - - 1 13 10 3 Bone 4 1 - 13 4 4 Bulukumba 1 1 5 6 - 5 Enrekang - - - 7 - 6 Gowa 3 2 1 1 - 7 Jeneponto - - - - - 8 Luwu 1 - - - - 9 Luwu Utara - - - - - 10 Luwu Timur - - - - 1 11 Maros 22 18 9 18 8 12 Makassar 7 2 7 4 3 13 Palopo - - - 6 2 14 Pangkep 11 12 11 6 10 15 Pare – Pare - - 10 1 2 16 Pinrang - 4 6 4 - 17 Selayar - - - - - 18 Sidrap - - 5 10 - 19 Sinjai - 1 - - 7 20 Soppeng 5 - 3 1 - 21 Takalar - - - - - 22 Tator 48 65 48 65 27 23 Torut - - - - 2 24 Wajo - - 6 3 - TOTAL 102 106 116 160 75 Sumber : Seksi Keswan Dan Kesmavet Dinas Pertanian Dan Peternakan Kota Palopo 2009 Khusus untuk Kota Palopo sendiri, yang terdeteksi hanya pada tahun 2008 sebanyak 6 dari 7 kasus gigitan yang dilaporkan ke Dispertanak Kota Palopo. Sementara di 2009 ada dua kasus rabies pada hewan dari tiga kasus yang dilaporkan. Kasie Keswan dan Kesmavet Dispertanak Kota Palopo, drh. Sriyanti Haruni mengakui jika rabies hingga kini masih tetap mengancam Kota Palopo. Meskipun data yang ada menunjukan bahwa rabies pada hewan menunjukan penurunan. Beberapa aspek yang mempengaruhi kondisi ini kata dia karena, lalu lintas ternak yang sangat lancar melintasi Kota Palopo atau menyinggahinya. Tak hanya itu semakin terbukan pelabuhan Tanjung Ringgit bagi kapal-kapal dan lalu lintas manusia dan barang juga meningkatkan potensi masuknya rabies ke wilayah kota ini. Makanya langkah yang sementara ini dilakukan Keswan dan Kesmavet Palopo adalah mengoptimalkan vaksinasi rabies yang selama telah berjalan. Soal letak dan posisi Kota Palopo yang tak memiliki barier untuk penyebaran rabies, ia juga tak membantahnya. Apalagi dari sisi letak, Palopo diapit oleh beberapa kabupaten yang memiliki catatan soal penyakit rabies baik pada hewan maupun manusia. Misalnya wilayah Tator dan Toraja Utara. Data menunjukan rentan waktu 2005-2009, khusus untuk Tator selalu saja ada rabies yang terdeteksi. Bahkan di tahun 2009, di wilayah Toraja Utara pun tercatat dua kasus rabies pada hewan yang berhasil terpantau. Di Tator, jumlah kasus rabies yang dilaporkan pada tahun 2005 sebanyak 48 kasus, 2006 sebanyak 65 kasus, 2007 sebanyak 48 kasus, 2008 sebanyak 65 kasus sementara di 2009 kembali turun sebanyak 27 kasus. Untuk mengantisipasi ancaman dan potensi penyebaran rabies di Palopo, Sriyanti mengakui pentingnya beberapa hal untuk dilaksanakan. Terutama keberadaan pos karantina hewan di semua pintu masuk ke Kota Palopo. Baik jalur darat maupun laut. Penempatan personil untuk melakukan pemantauan tersebut juga mestinya dilengkapi dengan sarana dan fasilitas yang memadai tentunya. Untuk memberantas rabies sebenarnya pemerintah mengambil beberapa kebijakan dan menjadi tanggung jawab dua departemen. Misalnya penggunaan dan pelaksanaan vaksin yang baik. Kebijakan ini dilakukan dengan melakukan vaksinasi hewan secara kontinyu dan terukur, melakukan eliminasi hewan pengidap rabies atau yang berpotensi menyebarkan rabies, pengawasan lalu lintas hewan, penanganan luka ringan, pemberian Vaksin Anti Rabies alias VAR pada kasus gigitan. Beberapa dari kebijakan ini, menurut Sriyanti telah dilaksanakan di Kota Palopo. Misalnya vaksinasi rutin yang telah dilaksanakan termasuk melayani permintaan masyarakat yang menginginkan hewan piaraannya diberikan vaksinasi. Kalaupun ada yang belum dilakukan seperti eliminasi hewan penyebar, penyebabnya karena minimnya dana yang diperparah dengan kesadaran masyarakat soal rabies yang belum terlalu baik. Termasuk masih minimnya SDM. Meski demikian pihaknya selama ini tetap bekerja seoptimal mungkin misalnya dengan langsung mendatangi warga yang meminta hewan piarannya diberikan vaksinasi rabies. (****)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

“Pembangunan Pertanian, Dijepit Kebutuhan, Diuji Tantangan”

“Geliat Palopo yang Makin Cantik dan Aduhai...”

Anggaran Berbasis Kinerja Ataukah Kinerja Berbasis Anggaran?